Senin, 17 Oktober 2016

Trade-off

Geregetan adalah ketika jaman-jaman PK, dimana koneksi internet menjadi kebutuhan primer. Saya yang sedang bersemayam di tempat yang fakir sinyal jadi kudu (sering) bela-belain bermotor dari bukit ke pantai yang notabene lebih ramah sinyal. Menaik-turunkan, mengibas-kibaskan handphone demi nyangkutnya sinyal (setidaknya) 2Mb hingga muncul tanda centang di whatsap/telegram. Kalo udah centang satu, lega sudah pesan terkirim. Terhindarlah dari ke-terdepak-an kerana dianggap tidak aktif #eh 

Geregetan lain adalah suatu pagi menjelang musim gugur. Saat keluar dari gedung asrama bersiap menuju kampus, satu detik kemudian setelah membuka pintu menyadari bahwa suhu pagi itu mencapai 2°C dan lupa membawa serta sarung tangan. Menimbang-nimbang kembali ke kamar rasanya akan eman-eman waktu. Terbayang kudu menunggu lift/menaiki anak tangga. Duh, males banget. Ya sudah. Pasrah aja nyepeda 10 menit tanpa sarung tangan yang meski masih musim gugur -iya boy, masi musim gugur boy- cukup membuat jemari ini jadi terasa kebas.

Kalo ditilik-tilik, hidup itu gabungan dari episode - episode kromatis. Berbeda - beda warna. Disana hangat, tapi ada keterbatasan aksesibilitas. Disini dimanjakan oleh sarana dan prasarana, tapi pada beberapa waktu tertentu ketika merasakan adem yang 'gini banget', kalau diibaratkan sedang syuting serial tv dunia lain, saya kadang pengen melambaikan tangan ke kamera 'nyerah pak, saya mau nyerah aja'.

Sejujurnya deretan 'geregetan' itu kalau diingat lagi kadang membuat saya jadi senyum-senyum sendiri, gitu aja kok sampe baper *dasarrenibaperan* dan kadang malah hati sesekali menggerutui keadaan. Astaghfirullaah.

Beberapa waktu lalu, saya kembali diingatkan melalui tulisan seorang kawan tentang bersyukur. Betapa saya mudah terlupa, bahwa syukur merupakan koefisien yang melipatgandakan nikmat. Semakin banyak bersyukur, semakin banyak nikmat yang diberi; janji Allah. Syukur yang diterjemahkan menjadi bagaimana seseorang dapat menikmati serta memaknai proses ekskalasi diri dari waktu ke waktu, yang di dalamnya ada peran naik-turun, ada sedih-senang, ada tangis-tawa. Proses yang seharusnya dapat membuat saya hari ini lebih baik dari saya yang kemarin.

Membaca tentang trade-off *seminggumenujuexam* seenggaknya membuat saya sadar masih ngga memanfaatkan waktu dan kesempatan dengan optimal, dan betapa saya ini procrastinator banget :( Huks. Pokoknya ngga ada lagi menunda-nunda. Bersegera. Kudu lebih melek lebar-lebar, lebih gesit, lebih gercep alias gerak cepat. Harus bisa lebih baik lagi dalam memanfaatkan waktu dan energi pada kesempatan yang tersedia sekarang. Karena dengan segala kesempatan yang hadir bersama dengan keterbatasan, hidup harus dioptimalkan. Pokoknya, jangan kasi kendor!

Sebaik-baik nasihat adalah kematian. Melekat padanya sebagai pembatas, adalah waktu. Manfaatkan baik - baik mudamu sebelum tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum fakirmu, luangmu sebelum sibukmu, hidupmu sebelum matimu.

---
Dingin-dingin belajar trade-off, tulisannya jadi begini. Maunya sih ada di tempat yang sarana-prasarana mendukung, koneksi bagus, cuaca cerah dan anget terus dan blablabla lainnya. Maunya sih gitu *wanitabanyakmaunya* tapi ya gimana lagi dong, mari kita nikmati saja perjalanan ini hehe. Dan inilah dua potret yang agaknya dapat menggambarkan trade-off kehidupan lintas negara ;)


Indonesian MAM 2016 dari kiri ke kanan; Kadi, Mas Ferry, Frita, Ince, Deka, Satya, saya, Yitno, Ani
Ini adalah keluarga baru saya di Wageningen, Belanda. Mau dinginnya cuaca kaya apa, dekat dekat mereka selalu bisa jadi hangat lagi *ihiwihiw*



Foto ini diambil di Desa Pam, Raja Ampat. Tempat dimana untuk sekedar menelfon dengan lancar atau mendapatkan sinyal internet, perlu setidaknya berkendara lintas pulau selama kurang lebih tiga puluh menit menggunakan speed boat menuju pulau Arborek, pulau terdekat yang memiliki akses sinyal yang cukup kuat. Ah, tapi hal tersebut di Desa Pam tak begitu menjadi masalah. Toh kebahagiaan tak melulu diukur oleh ketersediaan sinyal bukan? :')  

Rabu, 12 Oktober 2016

Dedaun cokelat.


I love my friends neither with my heart nor with my mind. Just in case, heart might stop, mind can forget. I love them with my soul. Soul never stops or forget. -Rumi

Dear Ica, bagaimana kabarnya? :')
Satu purnama telah berlalu, Ca. Kalau boleh aku sampaikan, Belanda dengan rupa - rupa wajahnya menghadirkan kejutan - kejutan yang berbeda di perjalanan kali ini. Lain kesempatan ya Ca, akan kuuraikan. Kali ini izinkan aku menyalin suratmu. Surat yang selalu bisa membuatku jadi 'gerimis'. Agar dapat menjadi pengingat juga bagi sesiapa yang membacanya. Semoga Ica selalu dalam lindungan Allah SWT, semoga Ica selalu dalam kelebih-baikkan

Salam kangen,
Reni



---

Bismillahirrahmanirrahim..
Dear Reni,
Apapun keadaannya Ren,
Baik sangka kepada Allah adalah akar segala bahagia
Alhamdulillah Allah sebutkan di Al – Baqarah:186, bahwa Allah Yang Maha Baik mempersyaratkan satu hal yang pertama supaya doa Reni Ia kabulkan; yaitu “berdo’a” itu sendiri
Cara terindah dari – Nya, dan terbaik untuk Reni
Di hadapan Allah, tidak ada yang sia – sia
mimpi – mimpi Reni, setiap tetes air mata Reni di pertiga malam itu, atau ikhlas Reni yang sungguh itu, di hadapan Allah tidak ada yang sia – sia

Teruslah berjalan Reni,
Kutitipkan sebagian mimpi – mimpiku di takdir Allah untuk Reni ini ya Ren
Tapaki dunia, ambil pelajaran dan hikmah darinya
Ren, mungkin akan ada kalanya kita khawatir dan takut menghadapi hal yang baru
Tidak apa – apa Ren. Tidak apa – apa
Bumi Allah ini, setiap jengkalnya, dan jiwa – jiwa manusia yang berjalan di atasnya hanyalah milik Allah. Satu – satunya yang berkuasa

Maka Ren, segala rasa itu, sampaikan pada – Nya
Adukan pada Allah; lalu berdoa
La Tahzan, Innallaha ma’ana. Allah bersama kita selalu Reni. Apalagi jika kita mendekat pada – Nya
Kemudian Ren, teruslah berjalan. Lanjutkan perjuangan

Reni,
Yakinlah bahwa jalan menuntut ilmu, adalah jalan menuju surga
Maka, Bismillah...mari kita murnikan niat Ren
“Duhai Allah, segala perjuangan ini, hanyalah supaya Engkau ridha.”
Jagakan keluarga kamu Duhai Rabb. Ridhai juga setiap langkahnya
Mudahkan kami Rabb, sungguh kai adalah hamba yang selalu butuh pertolongan – Mu
Kuatkan hamba Ya Rabb, penuhi dengan sabar dan syukur
Berikan damai dalam jiwa, karena ianya selalu mengingat – Mu
Reni,
dimanapun berada, menjadi baiklah untuk diri sendiri
dan jangan lupa menjadi jalan kebaikan untuk sesama
meraih, sekaligus memberi
memaknai setiap detinya dengan jiwa yang penuh untuk beribadah. Untuk beribadah

Reni,
semampumu, jangan pernah ragu dalam membantu
Tetaplah menjadi Reni yang peka, berjiwa petualang, sayang ibu, bapak, dek Ratri, dan Reni yang dekat dengan Allah
Jelajahi waktu

Jelajahi dunia
Lalu ceritakan kepadaku, seperti apa hikmah dari Allah yang kau temu

Reni,
karena do’a bukan ukuran tentang jarak,
mari tetap saling mendo’a
Wahuwa ma’akum ainama kuntum

Bandung, Agustus 2016
Ica - dengan pulpen yang tak biasa ^-^