Sabtu, 11 Oktober 2014

Kanal-kanal mimpi bukit nusa

Cerita satu.
7 September 2013.

Kesekian kalinya. Akan tetapi, kesempatan ini sedang tidak untuk beramah tanah dengan bibir pantai dengan bulir bulir pasir putih. Tidak untuk menyesap secangkir teh melati hangat di Warung Restu duduk manis menyambut keemasan di baratnya laut.

Pagi ini setidaknya peluh menjadi pertanda ada kalori yang terbakar ketika kami akhirnya mencapai sekolah. Lumayan. Setelah kurang lebih berjalan kaki 30-45 menit dari rumah warga maka ini dia; SD Negeri 4 Batukandik


Kakak-kakak ne sube tekee!” teriak seorang anak. Setengah berlari menuju kerumunan anak-anak berseragam merah putih. (Kakak kakaknya sudah dataang!)

Perbukitan nusa pertengahan September menjelma menjadi bukit yang malam-malamnya berhembus angin berhawa dingin, sementara pergeseran waktu menjadi siang intensitas cahaya matahari menguat menstimulus kelenjar keringat mensekresikan peluh melalui pori-pori kulit. Seperti siang ini. Sedang tak mau berpanas panas lagi, jadilah kemudian kami berkerumun di bawah pohon rindang.

Eni, Fanbul, dan Udin mulai membuka obrolan dengan adik-adik

Perkenalan dimulai. Kami mau berkenalan dengan menari nari. Agar lebih asik kami semua berdiri, adik-adik diminta berbaris. Saya mengamati.


Udin, ketua tim project kali ini, memberikan pembukaan. Disusul Fanbul, kemudian Halida dan yang lain-lain. Canggung memang tidak perlu bertahan lama-lama. Riuh tepuk tangan adik-adik, wajah-wajah bersemu di balik kulit kecoklatan. Tak kenal lagi apa itu asing.



Catatan syukur untuk kesekian kali; hangat oleh suguhan kesederhanaan. 

Tak masalah dengan tas baru, toh plastik juga mampu menampung buku. Tak bersepatu bukan berarti dilarang masuk ruang kelas untuk belajar oleh pak guru. Maka meski seragam berlubang di sana sini, atau tak punya alas kaki. Kami tak urung memiliki mimpi, tetap bisa bercita-cita.








---

Saya yang cupu ini setelah kegiatan volunteer rasanya jadi berasa digaplok. Ngapain aja selama ini? Beberapa hari setelah kegiatan usai saya mengontak Kinkin, salah satu teman yang menjadi Pengajar Muda. Bercerita singkat tentang kegiatan yang saya ikuti. Rada menggebu. 

Yo mancen ngono Ren Indonesia ki hehe. Opo meneh cah-cah sekolah sing ning daerah perbatasan. Mulane aku terdorong gabung Indonesia Mengajar” (“Ya memang gitu ren Indonesia ini hehe. Apalagi anak-anak sekolah di daerah perbatasan. Itu kenapa aku terdorong buat gabung indonesia Mengajar.”)

Mangap deh saya. 
Isih meh santai-wae-engko-wae, Ren?


Minggu, 25 Mei 2014

Merapikan kenangan.

Rasanya sudah lamaa banget ngga ngobrol panjang, banyak ya Ca.
Aku kangen banget
Kangen banget nget

aku mau mendengar banyak,
mau berbagi banyak

Semoga Ica selalu dalam kebaikan,
dan kelebihbaikkan.
cekatan, sabar, ikhlas, tekun, menikmati. 







kapan kita akan ngobrol banyak lagi ya Ca?
yang ada kamunya, yang ada akunya.

http://retnonuraini.blogspot.com/2013/04/dermaga-pagi-hari.html
http://retnonuraini.blogspot.com/2013/04/v-behaviorurldefaultvmlo_2507.html
http://retnonuraini.blogspot.com/2013/04/pagi-kita.html
http://retnonuraini.blogspot.com/2013/04/hanyasaja-rasanya-hangat_10.html
http://retnonuraini.blogspot.com/2013/06/selamat-malam-ca.html
http://retnonuraini.blogspot.com/2013/08/adalah-sebagai-pengingat.html
http://retnonuraini.blogspot.com/2013/10/penghias-langit.html
http://ichahaedy.tumblr.com/post/75674190848/bapak-saya-tidak-banyak-bicara-tapi-beliau
http://ichahaedy.tumblr.com/post/66084116124/http-retnonuraini-blogspot-com-2013-11-hai-adik-h
http://ichahaedy.tumblr.com/post/62983481821/ya-allah-tulisan-ini-rabb-bagaimana-hamba
http://ichahaedy.tumblr.com/post/50618759227/reni-kemarin-sore-meninggalkan-bandung
http://ichahaedy.tumblr.com/post/53581752226/ini-bukan-raja-ampat-bukan-pula-wakatobi
http://ichahaedy.tumblr.com/post/52102686701/pascalcampion-just-another-day-at-the-office
http://ichahaedy.tumblr.com/post/47625776931/sampai-jumpa
http://ichahaedy.tumblr.com/post/45308947304/toyapakeh-10-januari-2013
http://ichahaedy.tumblr.com/post/50719082520/selepas-subuh-dengan-mukena-masih-membalut-badan
http://ichahaedy.tumblr.com/post/52844679805/membuka-lagi-catatan-lalu-ah-rupanya-tulisan
http://ichahaedy.tumblr.com/post/52142606543/kidung-senja-mengalun-dari-rimbunan-nyiur
http://ichahaedy.tumblr.com/tagged/PenidaSoonToMeetBestFriend%3AReni%3A%29/chrono
http://ichahaedy.tumblr.com/post/29659012382/14-juli-2012-akhirnya-kelulusan
http://ichahaedy.tumblr.com/post/29657983640/hari-terakhir-bulan-mei-2012-masih-catatan-proses
http://ichahaedy.tumblr.com/post/27400693459/demi-apa-ren-ini-justru-ucapan-paling-romantis-yang
http://ichahaedy.tumblr.com/post/26560319817/multiple-choice
http://ichahaedy.tumblr.com/post/26559922216/marshmallow-story

tidak ada yang pergi dari hati, tidak ada yang hilang dari sebuah kenangan.
-tereliye

Kamis, 03 April 2014

Tetap (akan) sama.

" .. this might be a 'happy belated birthday' wish, a 'friendship' greeting, or maybe just a 'memento' from the past. but surely the message is still the same - and will always be - in the picture, in our words, in our hearts” -Falma



Aamiin.
Allahuma aamiin.
Aku yang kudunya bilang terimakasih, Din, Fal.

Eh Dian, Falma ini kalau komen suka ngaco tapi sekalinya mengeluarkan kalimat yang dalem, selalu dalem gini ya :') Mau membalas dengan tulisan, bahasan tentang kalian berdua sudah banyak mengisi halaman sebelumnya. Maunya ya ditulis ulang lagi, detail inget kegiatan yang lalu sambil senyam senyum. Tapi nanti kalian sendiri yang bosen bacanya :p

Tau ngga? Kalian ini kok seperti mentari. 
Benar - benar seperti mentari.

"Seperti mentari, jauh tapi menghangatkan." -nn

Terdengar seperti gombalan ya? Haha. Etapi itu beneran ya Din, Fal bukan gombal. Selain kalian memang sudah punya anti-gombalan, ngapain pula menggombali sesama :p *kesannya jadi gombal gini -_-* Oya, aku mau berbagi tentang tulisan bagus yang aku baca. Ditulis oleh seorang mahasiswa dari kampus yang sama dengan kita. Dan yang ini adalah tulisan mengenai definisi teman baik. Berbeda dengan paradigma umum mengenai teman baik; ada di saat susah, hadir di kala senang. Mas Gun ini, begitu katanya panggilannya, memaparkan definisi yang berbeda. Definisi yang 'pas' yang hmm baca aja ya sendiri hehe. Sebelum membacanya Din, Fal;

Maka meski aku suka ini itu tralala trilili lalala babibu, udah sangat sering begitu menyebalkan, terimakasih sudah menjadi teman yang teramat baik; kemarin, hari ini, esok, nanti. Semoga meski rindu, kita bisa belajar saat ini tidak ada masalah dengan jarak, ruang, dan waktu. Karena seperti yang dituliskan oleh Bang Tere, tidak ada yang pergi dari hati tidak ada yang hilang dari sebuah kenangan.

Melangitkan doa-doa
Menikmati perjalanan-perjalanan
Sampai bertemu lagi segera Din, Fal.
---

Tulisan oleh Kurniawan Gunadi mengenai teman yang baik. Meski tidak benar-benar mengenal, terimakasih masgun atas tulisan yang saya juga banyak orang lain kemudian dapat mengambil manfaatnya dari sini :)

Tulisan: Teman yang baik.
Saya memiliki definisi tersendiri tentang apa itu teman yang baik atau bisa jadi dikatakan sebagai sahabat. Bagi saya, mereka bukanlah orang yang selalu ada dan berada disekitar saya. Kemana-mana pergi bersama, melakukan banyak aktiivitas bersama. Mereka adalah orang-orang yang membuat saya tidak bergantung. Ada atau tidak adanya mereka tidak akan menjadi sebuah masalah yang besar. Namun, mereka selalu ada ketika saya memerlukan sesuatu terutama teman diskusi. Dan diskusi (curhat) yang tidak hanya diberikan kata sabar, semangat, dan pukpukpuk. Tapi, benar-benar diskusi yang sangat efisien. Tidak melebar kemana-mana. Meskipun telah terputus komunikasi beberapa lama, mereka akan selalu hadir disaat saya benar-benar membutuhkan cara berpikir dan sudut pandang yang lain atas masalah saya.

Dalam beberapa waktu yang lalu, ketika saya ngobrol via dunia maya dengan adik kelas saya yang di UGM. Saya menyampaikan sesuatu, bahwa kita harus belajar hidup sendiri. Tidak bergantung kepada siapapun kecuali kepada Tuhan. Sahabat/teman dekat yang baik adalah orang-orang yang membuat kita tidak merasa bergantung kepada mereka, sedikit-sedikit ke mereka, jika tidak ada mereka, kita tidak bisa hidup, terpuruk saat menghadapi masalah, dan apapun alasannya. Mereka yang baik adalah yang mampu membangun kemandirian kita, kita bisa hidup dengan atau tanpa mereka. Dan kita bisa menghadapi masalah sehari-hari tanpa sedikit-sedikit curhat. Mereka membangun kemandirian kita agar kita sadar bahwa dalam lingkaran ini, masing-masing kita tidak akan selalu ada.

Kelak, pada beberapa tahun yang akan datang. Sahabat atau teman baik kita akan memiliki keluarga, pekerjaan, anak-anak, dan banyak hal lain yang akan menjadi prioritas mereka. Kita sendiri pun akan seperti itu. Ketergantungan itu memang suatu hal yang kurang baik, bahkan ke sahabat/teman baik sekalipun. 

Kita harus sadar bahwa akan datang masa dimana kita akan kesulitan bertemu bahkan berdiskusi dengan sahabat-sahabat karib kita itu. Dan jika tidak disadari dari sekarang, kita bisa kehilangan kekuatan dimasa yang akan datang. Keberadaan teman baik dan sahabat memang membuat kita menjadi kuat. Karena kita tahu bahwa ada orang-orang dibelakang kita yang mendukung dan bisa menjadi tempat pulang. Jika semua itu diambil, maka akan kemana kita?

Maka bangunlah kekuatan dan rumah itu sendiri. Teman yang baik akan selalu berusaha membuatmu menjadi mandiri, bisa mengambil keputusan sendiri dan bertanggungjawab atas keputusan itu. Bagi saya sendiri, itu adalah sebuah bentuk kepercayaan seorang, bahwa kita bisa mengatasi masalah kita dan kita bisa bertanggung jawab atasnya.

Saya belajar hidup sendiri, ketika seluruh orang-orang dekat dalam hidup saya ini mungkin pada suatu ketika akan diambil semuanya. Bahkan termasuk orang tua saya sendiri. Saya terus belajar untuk memperluas ilmu dan pemahaman, bahwa hidup ini hanya bisa bergantung pada satu Dzat. Dan segala hal yang akan terjadi menjadi tanggung jawab sendiri ketika dihadapan-Nya. 

Saya bersyukur memiliki lingkaran pertemanan yang paham akan hal ini, meski tidak ada komunikasi bahkan dalam setengah tahun sekalipun. Mereka ada dalam ketiadaannya. Ketika saya kehabisan cara dan sudut pandang, maka kepada mereka saya datang dan berdiskusi. Saya merasa mungkin Tuhan akan menyampaikan jalan keluarnya melalui orang lain. Dan orang lain itu pastilah orang yang tepat.

Temanggung, 12 Oktober 2013

Rabu, 26 Maret 2014

Lingkaran-lingkaran kecil

Lepas magrib.

Saya mematikan mesin motor, menatap sejenak ke sekeliling. Melongokkan kepala ke dalam pagar masjid, ada beberapa bapak-bapak sedang duduk melingkar. ‘Wah rame sekali, coba tanya ke orang lain sajalah’ pikir saya. Baru saja akan menyalakan mesin motor, kemudian anak kecil memanggil. 

“Mbaak mbaak mau sholat di masjid ya?” 

Saya menoleh. Anak perempuan dengan kerudung putih mengayuh sepedanya keluar melewati batas pagar masjid menuju saya. 

“Eh, enggak. Adek tau rumahnya Bu Nanik?” tanya saya.

“Emm Bu Nanik ya? Tunggu saya tanya dulu ya,” sahut adek itu.

Kemudian segera mengayuh lagi sepeda kecilnya masuk ke halaman masjid. Si adik menuju kerumunan bapak-bapak tadi, menunjuk-nunjuk bertanya. Kemudian segera menaiki sepedanya lagi, beralih menuju saya. 

“Tunggu Mbak ya, bapaknya ngga tau ternyata. Sebentar ya. Bu, Bu, tau rumahnya Bu Nanik ngga?” tanya si adik tadi pada ibu-ibu yang baru saja merapatkan motor di pagar masjid.

“Ini Bu, Bu Nanik guru ngaji yang ngajar di Mardhatillah,” tambah saya pada ibu yang baru datang.

“Oh Bu Nanik. Ini Mbak tinggal lurus aja, nanti ketemu pertigaan di kiri pojok jalan ada rumah ada pagernya warna hijau. Mbaknya belok kiri, lurus aja sedikit nanti di kiri jalan dah ketemu rumah Bu Nanik,” jawab ibu tadi sambil tersenyum ramah. 

“Oh pertigaan itu ya Bu? Berarti langsung belok kiri setelah itu ya?” tanya saya meyakinkan sekali lagi.

“Iya betul mbak,” jawab ibunya.

“Oh ya Bu, makasi banyak bu ya.”

“Ayo Mbak, gampang kok jalannya tinggal itu aja kan, aku tau,” sahut si adek tadi nyaring.

“Eh tunggu bentar aku nyalain motor dulu,” kata saya.

Adik ini, ramah sekali.

Saya menyalakan mesin, memutar balikkan motor menuju arah yang ditunjukkan oleh ibu tadi. Berusaha menyusul si adek yang mengayuh pedal sepedanya cepat-cepat. Mensejajarkan motor dengan sepeda, membersamainya. 

“Adek namanya siapa?” tanya saya.

“Amel. Amelia Mbak,” jawabnya. Sambil tetap khusyuk memandang pertigaan jalan di depan. 

“Mbak itu tuh, rumahnya Bu Nanik kayanya yang di sana,” kata Amel, makin ngebut menggenjot pedal sepedanya.

“Ameel, bukannya belok kiri sini ya?” tanya saya setengah teriak, Amel sudah melaju lebih duludi depan. “Mel, tunggu Mel kita tanya aja ya.”

Benar saja, kami kebablasan. Saya memberi tatapan ‘tuh kan Mel’ yang dibalas oleh Amel dengan senyuman yang menampakkan sederetan gigi putihnya. Kami berbalik, di pertigaan belok kanan. Beberapa meter di kiri jalan Amel berseru,”Mbak ini ada ibu yang ngajar ngaji ini. Bu Nanik ya? Bu ini dicari sama temennya.”

Ternyata Amel juga belum kenal Bu Nanik teman teman ^^a

“Udah ya Mbak, Amel balik lagi,” kata Amel langsung mengayuh sepedanya ke pertigaan jalan. 

“Makasi banyak ya Mel. Amel ngga ikut mampir mel?” tanya saya dan Amelnya sudah mendekati belokan pertigaan jalan, melambaikan tangan mungilnya sambil meringis. 

Namanya Amelia. Saya baru beberapa jam mengenalnya; ramah, hangat, ceria khas anak-anak. Sampai ketemu lagi ya, Mel.

--- 

Mbak Nanik. 

Begitu saya memanggilnya. Wanita yang baru saya kenal kurang lebih 2 bulan lalu. Pada pertemuan pertama, saya kemudian ‘jatuh cinta’ pada kalimat-kalimat penutup agenda sore itu. Kalimat yang diucapkan beliau dengan wajah rindu, yang mendorong saya malam ini berkunjung kemari, ke rumahnya.

Lepas magrib sore ini. 

Lepas magrib saya kali ini disambut oleh senyum manis empat anak perempuan; Putri, Anis, Olive, dan Sabrina. Yang paling kecil adalah Anis, kelas 1 SD kemudian yang paling besar adalah Sabrina kelas 5 SD. Ini dia beberapa dari murid-murid jagoannya Mbak Nanik, karena kalau lagi rame bisa 15 orang jumlahnya hehe. 

Mbak Nanik dan empat muridnya
Lepas magrib setiap hari Senin, Selasa, dan Rabu, Mbak Nanik membuka rumahnya untuk anak-anak yang mau belajar ngaji. Sampai menjelang waktu shalat isya satu persatu anak-anak dicek ngajinya oleh Mbak Nanik, setelah itu hafalan surat secara pribadi. Anis tadi saya lihat merebahkan badan kemudian menyilangkan kaki, mulai menghafal. Yang lain ada yang merepet ke pilar bangunan, mulai menghafal per ayat. 


Saya memperhatikan bagaimana Mbak Nanik mengajar. Bermain tebak-tebakan ayat dari salah satu surat, tebak-tebakan doa sehari-hari, entah itu doa memakai pakaian, bercermin, masuk masjid, dll. Bagaimana nada yang digunkaan ketika memperingatkan adik-adik ini ‘Ayo itu kalau makan tangannya pakai tangan kanan ya anak sholeh’ atau misal pas ada diantara mereka berebut sesuatu atau ada yang sedang jahil ‘ Ayo ayo, Allah tau siapa yang bohong, Allah tau juga siapa yang jujur’. 

Memperhatikan, tersenyum. 

Shabrina dan Mbak Nanik

Saya beri tahu sesuatu
Adik-adik ini, kecil-kecil cabe rawit. 
Tiga dari empat adik-adik ini, sudah mengkhatamkan juz 30. 

Apa yang terbayang?
Tentu tidak lain dan tidak bukan,
Adalah apa yang dijanjikan,
pada orangtua yang anak-anaknya menghafal kitabullah; mahkota dari cahaya.
---

“Saya ngajar ngaji di rumah ren, tiap senin, selasa, rabu habis magrib. Ngajar ngaji anak-anak tetangga, kebanyakan orangtuanya sibuk terus dititipkan buat ngaji. Saya luangkan waktu. Lumayan kan buat tabungan, bagi ilmu. Nanti kali-kali di akhirat anak-anak itu ditanya sama Allah ‘siapa yang ngajar ngaji’ terus dijawab saya yang ngajarin. Lumayan kan, keren di depan Allah.” 

Begitu ucap Mbak Nanik dua bulan lalu sambil tersenyum, yang tampak seperti membayangkan. Klaimat yang asalnya dari hati dan memang benar-benar sampai ke hati. Mulai sejak itu benar-benar saya kemudian tuliskan, menjadi salah satu mimpi; saya mau jadi guru ngaji. 

Minggu, 16 Maret 2014

Candu.

“Mendapatkan saja sulit, menjaganya jauh lebih sulit.” –Mbak Kiky sore tadi.

Rasa nyaman tidak datang begitu saja, dia perlu diusahakan. Menurut saya, pun menurut kebanyakan orang, agaknya rasa nyaman, rasa tenang dalam hati tak dapat ditukar dengan apapun. Bila hati dalam kondisi yang nyaman, rasanya energi positif mengaliri tiap-tiap ruas tubuh, optimisme meningkat drastis. 

Seperti sore tadi, saat nyaman bertandang kembali.

Beberapa bulan terakhir, rindu seperti ini terasa sedikit berbeda dari rindu pada tahun-tahun sebelumnya. Berada pada lingkungan dimana muslim menjadi minoritas, menjadikan saya sangat merindukan momen momen melingkar. Bertemu dengan teman-teman yang bersama menumbuhkan dan menjaga, saling menguatkan. Rasanya hanya ingin selalu berada dekat-dekat dengan mereka :’)

Menjaga jauh lebih sulit. Menjaga katanya bukan hanya sekedar, bukan pekerjaan sambil lalu yang penting intinya begitu. Dan melingkar seperti ini menjadi salah satu bentuk penjagaan paling baik yang bisa dirasakan; mengingatkan, berbagi satu sama lain. 

"Memang tidak bisa sendiri-sendiri, harus bersama biar bareng-bareng menguatkan," kata si Mbak.

Luruskan niat, perbaiki setiap saat.
Bertemu dengan mereka rasanya menjadi candu.
Rabb, buat aku selalu dekat-dekat dengan teman-teman seperti mereka ini. 
---

Susunan kalimat milik teman yang kemudian bergaung :')

Dan jika semua kelak telah menjadi masa lalu
Aku ingin kita tengah berada di atas dipan-dipan beralaskan emas permata dan berbantalkan sutera
Bersandar di atasnya dan berhadap-hadapan
Kemudian kita saling bercerita
Tentang apa yang telah kita kerjakan di masa lalu
Yang akhirnya menyebabkan kita dijamu
Di surga-Nya yang tak ada akhirnya. Aamiin.

Rabu, 12 Februari 2014

Tanggal ini setahun kemudian.

Malam ini hujan datang bersama rindu
Keroyokan. Curang sekali.
Selalu saja begitu bila mereka datang bersamaan,
Sukses membuat anak perempuan sembab sesenggukan.
--- 

12 Februari setahun kemudian
Tentu tidak sama dengan hari ini, pun dengan tanggal yang sama pada tahun-tahun yang lalu. Kami tak perlu kami ngumpet sempit-sempitan di sebrang kamar kosmu, memaksa dwi telepon berpura-pura minta dicarikan kecoa untuk praktikum esok hari. Atau pada tahun sebelumnya saat kami menunggumu dalam gelap mengendap-endap masuk salah satu kamar di asrama putri salman, bersiap dengan nampan berisi kue. 

12 Februari setahun kemudian 
Belajar di tempat yang lain lagi, kawan baru, suasana baru. Boleh ya Fal, tetap berbagi cerita dengan kami bagaimana cuaca barumu di sana :)

12 Februari setahun kemudian
Padahal ini tidak benar-benar jauh. Tidak sejauh dimana kamu akan memijakkan kaki pada tanggal yang sama setahun kemudian

Padahal ini tidak benar-benar sulit untuk bertemu orang-orang terdekat. Tidak sesulit bagaimana usaha yang dikeluarkan bila pada tanggal ini setahun kemudian kamu ingin berada diantara orang-orang tersayang
Tapi biar jauh, biar dekat, muasalnya tetap sama; jarak.

Jarak itu bisa relatif bukan? Aku sekarang ini tidak benar-benar jauh, pun tidak benar-benar sulit untuk bertemu orang-orang terdekat; tapi begini cukup membuatku kepayahan mengatasi rindu. 

Aku lalu ingat bagaimana ujung jari bapak mengetuk-ngetuk pinggiran kursi di saat-saat kami ngobrol. Bagaimana ibu menyeru kesal entah karena aku lupa dimana meletakkan barang, lupa membawa sesuatu. Senyum simpul berarti yang mengakhiri kalimat-kalimat. Sorot-sorot mata pada perpisahan, pada pertemuan-pertemuan. 

Pergi (sedikit) lebih jauh dari rumah akan membuat kita tahu bagaimana rasanya pulang. Menghidupi detik ini memang cara terbaik untuk kemudian membuat kita tersenyum mengingat. Dalam beberapa bulan ke depan, sebelum berangkat untuk menuntut ilmu di negeri sebrang Fal, nikmati masa-masa bersama Tante Zoel, Oom, Dhira, sama Oma ya, sebelum kemudian pulang untuk memeluk mereka lagi erat erat.
---

Wangi formalin yang akrab di semester-semester akhir. Boulevard. Lari-larian sepanjang asrama putri salman-gku timur lantai tiga. Pembagian materi uts/uas. Film makrab. Tiap-tiap kuliah lapangan. Lembar-lembar kitab biselmol pada sepertiga terkahir bulan ramadhan. Ber-bajaj bolak-balik rumahmu-gedung kkp yang kemudian membuat berpikir ‘oh oh oh jakarta’. Seapud. Willingnes to pay survey. Bergelempangan pada malam-malam mabit. Expired date Milo. Tragedi pesona bule palsu menjelang sunset di kuta. Bubur ayam favorit depan gang mama usen. Warung makan sehati; dan banyak lagi ya Fal, tak cukup dituliskan satu persatu. 

Padamu, pada powerranger, aku kangen sekali. Teman menuliskan, obat rindu itu ada dua; bertemu atau berdoa. Yang pertama melegakan tapi bisa memberatkan. Yang kedua, menguji kesabaran tapi pasti tersampaikan.

Memberatkan karena setiap dari kita punya prioritas masing-masing saat ini. Semoga saja Mei atau Juni berbaik hati memberi kesempatan untuk kunjungan-kunjungan. 

Doaku; semoga pada tanggal ini setahun kemudian kita semua selalu berada dalam kelebihbaikkan. Sampai bertemu segera teman teman :’)










Minggu, 26 Januari 2014

Don't say don't (?)

Jangan nakal.
Jangan lari-lari.
Jangan main api.
Jangan lupa makan siang.

Empat kalimat pendek di atas merupakan contoh pemakaian kata ‘jangan’ untuk pelarangan suatu tindakan. Dalam menasehati anak kecil khususnya, marak himbauan untuk tidak menggunakan kata ‘jangan’. Menurut himbauan yang tersebar, selidik punya selidik menggunakan kata ‘jangan’ dikhawatirkan akan memberikan hasil yang sebaliknya. Misal pada kalimat ‘jangan main api ya nak’ kemudian si anak kecil yang dinasihati malah pada akhirnya main api. Atau pada kalimat yang simbah saya dulu pernah katakan ‘jangan kepleset, nanti gelasnya pecah’ kemudian saya terpeleset pun gelas yang saya bawa pecah berkeping-keping.

“Kamu pernah denger kan tentang himbauan ‘Don’t say don’t’ ke anak-anak, dimana kalau menggunakan kata ‘jangan’ ke anak-anak malah akan dilanggar. Kamu setuju ngga?” tanya teman.

Saya kontan menjawab,” Setuju. Soalnya ngga cuma di anak-anak. Di aku juga gitu, misal kaya pas ibuku atau siapa bilang 'ati ati jangan sampe jatuh'. Nanti yang kepikiran adalah bagian 'jatuhnya' lalu beneran jatuh jadinya.”

Yang saya pahami dari alasan-alasan yang dikemukakan sebelumnya, hal tersebut disebabkan oleh efek psikologis. Suatu hal dikemukakan bukanlah tanpa maksud. Saya pikir himbauan tersebut pasti telah melalui pertimbangan-pertimbangan, penelitian yang membawa hasil sebagaimana telah dikemukakan. Dengan menggunakan kalimat positif, menghindari penggunaan kata ‘jangan’, maka perilaku selanjutnya (diharapkan) akan baik.

“Tapi ya ada contoh hadits ‘La Tahdob wa lakal jannah’ artinya janganlah kamu marah dan bagimu surga. Lalu di Al Qur’an pun banyak pemakaian kata ‘jangan’. Kebanyakan orang sekarang pasti cenderung setuju dengan teori tersebut yang didasarkan penelitian tanpa melalui pendekatan historis teladan zaman, Rasulullah,” kata teman.

“Eh ternyata gimana emang kalau dibandingkan dengan jaman Rasul?” tanya saya kemudian.

“Aku belum menemukan tentang kisah rasul yang mengajarkan tentang itu. Tapi di Surat Luqman, nasihat Luqman untuk anaknya pun menggunakan kata ‘jangan’ kan ya”, kata teman.

“Hooo iya juga ya. Menurutku pemakaian kata ‘jangan’ ini ngga saklek. Lebih baik dihindari, khususnya ke anak-anak. Soalnya ya itu tadi mesti udah ada kajian psikologinya. Jadi bukan karena saat ini ada himbauan untuk menghindari kata 'jangan' lalu dibandingkan ke Al Quran, ternyata di Al Quran ada pemakaian kata 'jangan' lalu himbauan itu ditentang, ngga gitu juga kan. Terus aku jadi kepikir, kenapa ada kata ‘jangan’ ini malah akan membuat manusia jadi punya pilihan. Jadi dengan adanya kata ‘jangan’ ini kemudian malah menguji. Punya pilihan, mana yang mau dilakukan. Yang kepikir sih :p” menurut kirologi saya (duh, kudu lebih banyak belajar >.<)

Pembahasan mengenai penggunaan kata ‘jangan’ -baik itu untuk mencegah seseorang melakukan sesuatu maupun memperingatkan seseorang yang bersalah- yang (menurut saya) harusnya sudah dikaji secara psikologi kemudian mengarah pada bagaimana pengaplikasian hasil penelitian psikologi itu sendiri, yang ternyata ada hal-hal yang tidak serta merta langsung begitu saja kita terapkan. Di lain sisi, perlunya to the point dengan menggunakan kata ‘jangan’ ialah sebagai fungsi penegasan, agar tidak terulang kembali kesalahan yang sama.

Dalam memperingatkan orang yang melakukan kesalahan, sebagaimana dicontohkan oleh Rasul, adalah lebih baik dilakukan dengan langsung menyampaikan kepada orang yang bersalah. Penyampaiannya dilakukan secara personal, face to face, dari hati ke hati. Mengapa begitu? karena ketika dikritik di hadapan umum orang tersebut cenderung tidak melihat point kesalahan yang diperbuat disebabkan oleh rasa malu ‘dijatuhkan’ di depan (banyak) orang lain, yang justru menjadi tidak efektif dan efisien. Ini berlaku untuk memberikan peringatan pada seseorang yang melakukan kesalahan.

Salah satu contoh simpelnya mungkin seperti ini. A mencuri uang milik B dikarenakan A tidak mempunyai cukup uang untuk membayar uang sekolah anaknya. Nasihat ‘dont say dont’ yang diberikan adalah ‘lebih baik kamu mencari uang dengan cara yang benar, seperti misalnya berjualan sepatu untuk mencukupi kebutuhan membayar sekolah’. Sedangkan nasihat to the point yang mengandung ketegasan ialah ‘janganlah kamu mencuri. Karena mencuri itu adalah perbuatan yang tidak mendatangkan keberkahan dan bisa membuatmu masuk penjara, dimana akibat buruknya kamu tak lagi bisa mencari uang untuk menyekolahkan anakmu.’

Kesimpulan dari pembahasan awal ini adalah; tidak melulu menasihati, memperingatkan dengan kalimat positif itu baik, karena ada nasihat yang memang harusnya dengan jelas mengungkapkan kesalahan apa yang dilakukan oleh seseorang. Jelas disampaikan kesalahannya apa, sehingga tahu benar bahwa sesuatu itu salah. Peringatan atau nasehatnya pun wajib disampaikan dengan cara yang baik dan benar, disampaikan langsung kepada orang yang bersalah, face to face, dari hati ke hati.

Lalu bagaimana pemakaian kata ‘jangan’ untuk anak-anak?

Pada penjelasan sebelum disampaikan bahwa penggunaan kata ‘jangan’ mengaburkan keabu-abuan, memberikan penekanan bahwa sesuatu itu adalah memang benar-benar salah. Menyampaikan pada anak-anak tentu perlu mengalami modifikasi sebagai penyesuaian pada tingkat pemahaman. Tentu bukan menghilangkan kata ‘jangan’ tetapi dengan adanya imbuhan penjelasan. Artikel menarik yang juga membahas tentang pemakaian kata ‘jangan’ pada anak-anak bisa dibaca pada link ini (http://www.penaaksi.com/2013/08/katakan-jangan-jada-muridmu.html?m=1). 

Kesimpulan menarik yang ada ada artikel tersebut; membuang kata 'jangan' justru menjadikan anak hanya dimanja oleh pilihan yang serba benar. Ia tidak memukul teman bukan karena mengerti bahwa memukul itu terlarang, tetapi karena lebih memilih berdamai. Ia tidak sombong bukan karena kesombongan itu dosa, melainkan hanya karena menganggap rendah hati itu lebih aman baginya. Dan, kelak, ia tidak berzina bukan karena takut dosa, tetapi karena menganggap bahwa menahan nafsu itu pilihan yang dianjurkan orang tuanya. Anak-anak hasil didikan tanpa “jangan” berisiko tidak punya “sense of syariah” dan keterikatan hukum. Mereka akan sangat tidak peduli melihat kemaksiyatan bertebaran karena dalam hatinya berkata “itu pilihan mereka, saya tidak demikian”. Mereka bungkam melihat penistaan agama karena otaknya berbunyi “mereka memang begitu, yang penting saya tidak melakukannya”.

Pertanyaan kemudian adalah tentang pemakaian kata ‘jangan’ ke anak-anak. Apa semua untuk menasehati atau memperingatkan dengan memakai kata ‘jangan’ bisa dipukul rata pada semua anak?

Saya pikir (lagi-lagi kirologi -.-) kata 'jangan' ini bisa mulai digunakan dengan perkiraan orangtua bahwa anak sudah bisa membedakan, menimbang-nimbang, terkait dengan kalimat setelah kata 'jangan' itu sendiri. Jadi si anak tahu betul mana yang salah, agar tidak mengulangi lalu harus melakukan apa untuk kemudian memperbaikinya.

Teman menambahkan mengenai pemakaian kata ‘jangan’ akan dituruti oleh sang anak jika disesuaikan dengan intonasi yang tepat. Misal orangtua mengatakan ‘jangan main disana, ada listrik’. Intonasi lembut pada kata ‘jangan’ dan kuat pada kata ‘disana’ akan membuat sang anak justru menangkap ‘main disana ada listrik’. Bahaya juga ya ternyata kalau salah intonasi mengakibatkan hal seperti ini hehe. Maksudnya kata ‘jangan’ perlu mendapat intonasi yang kuat. Dari sini diketahui bahwa intonasi juga memiliki peran sehingga kemudian anak dapat menangkap nasehat atau peringatan dari orangtua.

Pemakaian kata ‘jangan’ pada anak-anak, menurut hemat kata; menyampaikan sesuatu dengan kalimat positif itu baik. Namun, ketika menasehati atau memperingatkan kemudian tidak boleh menggunakan kata ‘jangan’ yang kurang tepat, karena kata ‘jangan’ justru mempertegas batasan tanpa abu-abu. Dimana pemakaian kata ‘jangan’ juga harus diiringi dengan penjelasan ke anak, tidak serta merta mengatakan ‘jangan masuk ruangan itu’, ‘jangan tidur terlalu malam’. Penggunaan intonasi yang tepat pada kata juga mempengaruhi pemahaman anak.

Beberapa hari lalu saya mendapat forward pesan dari teman mengenai pemakaian kata ‘jangan’. Pemakaian kata ‘jangan’ (ternyata) tidak jarang membuat orang berselisih paham, terutama bila diaplikasikan pada anak-anak. Berselisih baik mengenai asal muasal penerapan ‘dont say dont’ dan tingkatan umur kapan anak bisa dinasehati atau diperingatkan dengan memakai kata ‘jangan’. Menurut saya pesan berikut menjelaskan dengan sangat baik mengenai itu semua. Tanpa mengubah kata-kata yang terdapat dalam pesan, berikut saya cantumkan pembahasan tentang pemakian kata ‘jangan’. Selamat menikmati, memahami dan semoga bermanfaat. Eniwei, saya terkikik di poin 43 :p

Jangan ada keributan gara-Gara Kata “Jangan”
by : bendri jaisyurrahman (twitter : @ajobendri)

1.      Beberapa hari ini banyak yg tanya saya (lebih tepatnya ajak diskusi) seputar kata “jangan” dalam ilmu parenting dan Alquran
2.      Sebagian ada yg mengatakan kata “jangan” sebaiknya dihindarkan diganti kata anjuran. Ini ajaran parenting
3.      Sebagian yg lain justru mempertentangkan dgn berdalih bahwa alquran justru banyak memuat kata jangan. Apakah quran salah?
4.      Ujung-ujungnya saling melabel. Seolah-olah ilmu parenting yg menolak kata “jangan” dianggap tidak islami, pro yahudi, dsb.
5.      Nah, ini yg saya khawatirkan. Pertentangan yg berujung kepada labeling. Jangan-jangan ini disengaja. Eh kok pake kata “jangan”? :D
6.      Bukannya sok bijak. Sebab orang sok bijak sok bayak pajak hehe.. Tapi bersikap ekstrim meskipun baik tidak sesuai sunnah nabi.
7.      Hakikatnya, islam ini agama pertengahan (ad diinul wasath). Maka tindakan menyalahkan ilmu yg bersumber dari barat tanpa dicari akarnya juga tak tepat
8.       Seolah-olah kalau parenting itu dari barat jelas-jelas salah. Langsung tertolak. Padahal kita sering makan dari barat semisal rendang dari sumatera barat #eh :D
9.       Ilmu parenting pada dasarnya bagian dari ilmu “keduniawian” dimana rasul mengatakan “kalian lebih tau urusan dunia kalian”. Artinya silahkan inovasi1
10.  Tentu bukan berarti islam tak punya konsep dasar. Sama seperti ilmu kedokteran, parenting juga punya dasar ilmunya
11.  Tapi Islam tak menolak inovasi dalam bidang kedokteran sebab berprinsip “hukum asal muamalah adalah boleh kecuali ada dalil yg melarang”
12.  Maka, inovasi dalam kedokteran semisal operasi jantung, kemotherapi, dan cesar itu boleh kecuali yg jelas ada larangannya.
13.  Sama juga dgn ilmu parenting. Muncul banyak inovasi yg tak semuanya kita tolak kecuali dgn dalil yg tegas.
14.  Mengenai kata “jangan” itu sendiri tak perlu kita cari dalih. Hal ini memang ada dalam alquran. So what?
15.  Tentu sesuatu yg berada dlm alquran tak boleh diragukan. Ini wilayah iman (QS 2:2)
16.  Namun, sesuatu yg ada dalam alquran tentu harus dilihat prakteknya dalam keseharian nabi. Sebab beliau sejatinya ‘penerjemah’ terbaik maksud dari alquran
17.  Jika hanya berdasarkan quran tanpa lihat praktek nabi, hati-hati bisa terkecoh. Bisa-bisa malah aneh.
18.  Sholat, contohnya. Dalam quran perintahnya hanya rukuk dan sujud (qs 48 : 29). Jika tanpa melihat rasul, maka kita akan anggap sesat orang yg iktidal atau duduk tahiyat
19.  Begitu juga penggunaan kata “jangan” dalam quran. Kita harus dudukkan dalam konteks ilmu parenting yg dicontohkan Rasul
20.  Itu artinya, mari kita tengok sejarah bagaimana sikap rasul kepada anak-anak? Dan kita akan dapati beberapa perlakuan yg “beda”
21.  Sesuatu yg dilarang kepada orang dewasa ternyata dimaklumi bahkan dibolehkan kepada anak-anak
22.  Jika orang dewasa dilarang main patung atau boneka, ternyata anak-anak boleh. Aisyah contohnya
23.  Jika orang dewasa dilarang ngobrol atau bercanda dalam sholat. Maka khusus anak-anak semisal husein, main di punggung rasul bahkan dibiarkan
24.  Bayangkan, kalau yg main di punggung itu Umar. Mungkin sudah rasul marahin
25.  Bahkan ada seorang anak yg pipis di baju rasul, dibiarkan. Tak dilarang. Kalau itu sahabat? Mungkin udah dikeroyok sama yg lain
26.  Karena itu, melihat penggunaan kata “jangan” dalam alquran tak boleh sembarangan. Ada patokan dan standarnya
27.  Untuk anak kecil yg belum baligh tentu beda perlakuannya dengan orang dewasa
28.  Bahkan sesama orang dewasa saja masih ada perlakuan yg beda. Contohnya orang badui yg pipis di masjid nabawi dibiarkan, tak dilarang
29.  Kenapa? Karena orang badui itu tak tahu alias bodoh. Inilah hebatnya rasul. Bersikap berdasarkan konteks kejadian
30.  Jadi ayat tak dikeluarkan serampangan. Indah betul Islam ini jadinya
31.  Karena itu, sebagai panduan penggunaan kata jangan ada beberapa pembahasan yg lumayan panjang. Salah satu yg mau saya bahas disini yakni konteks usia
32.  Minimal ada 3 konteks usia penggunaan kata jangan sesuai sikap nabi : utk anak yg belum berakal, untuk anak yg sudah berakal dan utk remaja atau dewasa
33.  Untuk remaja atau dewasa rasul tak ragu untuk memberikan kata jangan jika memang membahayakan agama orang ini. Biasanya terkait akidah dan akhlak. Disini quran lebih banyak utk mereka
34.  Sementara utk anak, rasul sikapnya beda.Rasul bedakan yg sudah berakal mana yg belum.
35.  Caranya sesuai petunjuk rasul dlm urusan perintah sholat yaitu “jika sudah bisa bedakan kanan dan kiri”. Itu artinya sudah diajak berpikir
36.  Nah, untuk anak tipe ini (bisa bedakan kanan dan kiri) kata larangan atau “jangan” dibolehkan.
37.  Tapi lebih elok jika ditambah solusinya agar mereka tau apa yg harus dilakukan. Ingat mereka minim pengalaman
38.  Hal ini dialami oleh Rafi’ bin Amr Al Ghifari yg punya hobi melempar kurma. Rasul melarangnya namun kasih solusi.
39.  Solusinya adalah kalau mau makan kurma, yg jatuh di tanah, tak perlu dilempar. Indah kan?
40.  Sementara untuk anak yg belum bisa berpikir, rasul tak melarang. Lebih banyak memberi tahu sikap yg tepat. Bahkan cenderung membiarkan
41.  Yang dibiarkan rasul juga biasanya terkait dgn hal-hal yg berkaitan dgn eksplorasi skill.
42.  Rasul bahkan memotivasi anak yg lagi main panah di mesjid dgn ucapan “teruslah memanah. Sesungguhnya kakek moyangmu ismail seorang pemanah”
43.  Kalau anak sekarang main panah di masjid? Udah jadi rempeyek dihujat jamaah hehe
44.  Makanya, yg kedua yg harus dipahami selain konteks objeknya juga konteks apa yg dilarang
45.  Jika untuk eksplorasi skill hindari kata jangan. Agar anak termotivasi kembangkan potensi. Tapi untuk eksplorasi spiritual dan emosi silahkan pakai “jangan” dgn penjelasan
46.  Contoh penjelasan dlm quran “jangan ikuti langkah syetan, syetan itu musuh nyata bagimu”
47.  Lebih elok jika larangan ada penjelasan. Tentu ini pas bagi anak yg sudah berpikir.
48.  Kesimpulannya, gak perlu bersikap ekstrim. Parenting meski dari barat bisa jadi adalah hikmah kaum muslimin yg tercecer
49.  So, buanglah sampah pada tempatnya ups..maksudnya pakailah kata jangan pada konteksnya.
50.  Sekarang, silahkan cicipi jangan nya (alias sayur) :D Salam - bendri jaisyurrahman-

Semoga bermanfaat bagi para (calon) ayah dan ibu :)