Sabtu, 11 Oktober 2014

Kanal-kanal mimpi bukit nusa

Cerita satu.
7 September 2013.

Kesekian kalinya. Akan tetapi, kesempatan ini sedang tidak untuk beramah tanah dengan bibir pantai dengan bulir bulir pasir putih. Tidak untuk menyesap secangkir teh melati hangat di Warung Restu duduk manis menyambut keemasan di baratnya laut.

Pagi ini setidaknya peluh menjadi pertanda ada kalori yang terbakar ketika kami akhirnya mencapai sekolah. Lumayan. Setelah kurang lebih berjalan kaki 30-45 menit dari rumah warga maka ini dia; SD Negeri 4 Batukandik


Kakak-kakak ne sube tekee!” teriak seorang anak. Setengah berlari menuju kerumunan anak-anak berseragam merah putih. (Kakak kakaknya sudah dataang!)

Perbukitan nusa pertengahan September menjelma menjadi bukit yang malam-malamnya berhembus angin berhawa dingin, sementara pergeseran waktu menjadi siang intensitas cahaya matahari menguat menstimulus kelenjar keringat mensekresikan peluh melalui pori-pori kulit. Seperti siang ini. Sedang tak mau berpanas panas lagi, jadilah kemudian kami berkerumun di bawah pohon rindang.

Eni, Fanbul, dan Udin mulai membuka obrolan dengan adik-adik

Perkenalan dimulai. Kami mau berkenalan dengan menari nari. Agar lebih asik kami semua berdiri, adik-adik diminta berbaris. Saya mengamati.


Udin, ketua tim project kali ini, memberikan pembukaan. Disusul Fanbul, kemudian Halida dan yang lain-lain. Canggung memang tidak perlu bertahan lama-lama. Riuh tepuk tangan adik-adik, wajah-wajah bersemu di balik kulit kecoklatan. Tak kenal lagi apa itu asing.



Catatan syukur untuk kesekian kali; hangat oleh suguhan kesederhanaan. 

Tak masalah dengan tas baru, toh plastik juga mampu menampung buku. Tak bersepatu bukan berarti dilarang masuk ruang kelas untuk belajar oleh pak guru. Maka meski seragam berlubang di sana sini, atau tak punya alas kaki. Kami tak urung memiliki mimpi, tetap bisa bercita-cita.








---

Saya yang cupu ini setelah kegiatan volunteer rasanya jadi berasa digaplok. Ngapain aja selama ini? Beberapa hari setelah kegiatan usai saya mengontak Kinkin, salah satu teman yang menjadi Pengajar Muda. Bercerita singkat tentang kegiatan yang saya ikuti. Rada menggebu. 

Yo mancen ngono Ren Indonesia ki hehe. Opo meneh cah-cah sekolah sing ning daerah perbatasan. Mulane aku terdorong gabung Indonesia Mengajar” (“Ya memang gitu ren Indonesia ini hehe. Apalagi anak-anak sekolah di daerah perbatasan. Itu kenapa aku terdorong buat gabung indonesia Mengajar.”)

Mangap deh saya. 
Isih meh santai-wae-engko-wae, Ren?