Hanya
saja, rasanya hangat.
Hangat.
Yang saya rasakan ketika berada di tengah keluarga Bu Mahmudah. Keluarga
terdekat ketika saya diberi kesempatan untuk tinggal di Toyapakeh, Nusa Penida selama
3,5 bulan terkait pengerjaan penelitian tugas akhir.
10
Juni 2012, adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di Pulau Nusa Penida. Waktu
itu Mbak Pariama, seorang kawan dekat, meminta saya menemani beliau untuk
menghadiri pernikahan temannya di Toyapakeh, salah satu perkampungan muslim di
Pulau Nusa Penida. Tanpa babibu saya mengiyakan. Berdandan rapi jali lalu
segera kami menuju Sanur untuk menyeberang ke Penida dengan boat.
Adalah
kali pertama juga di waktu tersebut saya kondangan nyebrang pulau. Naik ke boat
dengan melepas sepatu cantik khusus kondangan (yang tidak biasa dilakukan saat
kondangan sebelum sebelumnya), ditambah celana panjang yang dipakai basah
terendam air laut. Ya sudahlah, memang kawasan pesisir ini hehe.
Maka
di sinilah segala ini berawal. Berkenalan dengan putri dari bu Mahmudah, bertukar nomor
hp. Dan selanjutnya, 15 Oktober tahun lalu saya kembali ke Toyapakeh untuk
memulai penelitian tugas akhir.
Tiga
setengah bulan lamanya saya tinggal di rumah Makdah (begitu saya memanggil Bu
Mahmudah). Awalnya saya ingin ngekos, tapi Makdah dengan sedikit memaksa
mengajak saya untuk tinggal di rumahnya. Beliau menyampaikan bahwa ada kamar
kosong, kamar Mbok Elok anak perempuannya yang sudah menikah lalu ikut
suaminya, sayang kalau tidak dipakai katanya. Menimbang-nimbang satu dan lain
hal, dan segera saya menjadi bagian dari keluarga beliau.
Tinggal
di rumah Makdah, saya dilarang keras mengeluarkan sepeser uang pun untuk
membayar listrik, air, atau apapun yang saya gunakan di rumah itu. Tidak pernah
dibebankan kepada saya untuk melakukan hal ini hal itu. Pintu rumahnya pun
selalu terbuka kapan saja, mengingat saya sering pulang diatas jam 12 malam saat
ambil data penelitian. Suatu kali, pernah saya meninggalkan kamar dengan
butir-butir pasir di lantai karena tidak sempat membersihkannya. Ketika kembali
ke kamar sepulang dari laut lantai kamar sudah bersih, tak tampak lagi butiran
pasir. Makdah bilang yang membersihkan itu hantu yang suka nemenin Makdah. Ah, beliau ini :’)
Izah (kiri), Makdah (tengah), Nadia (kanan). Satu sore saat kami duduk-duduk di dermaga
Satu dari banyak hal yang
membuat saya trenyuh akan ketulusan hati wanita paruh baya ini.
Saya
tidak suka gelap, sedang Toyapakeh sering sekali terjadi mati listrik. Entah sesaat
setelah angin kencang, mendapat giliran pemadaman listrik, maupun saat hujan
deras, Toyapakeh sering sekali mengalami mati listrik. Makdah selalu menyiapkan
lampu teplok sesaat menjelang magrib, untuk berjaga-jaga bila mati lampu. Dan
seperti inilah yang selalu terjadi bila listrik mati.
Bila
listrik mati saya segera terjaga, tangan meraih hp atau senter yang sudah
disiapkan di dekat bantal. Sebentar saja, tampak wajah Makdah menengok ke kamar
dengan tangan menenteng teplok. Makdah lalu mengajak saya menggelar kasur di
ruang depan. Sesudahnya saya tidur di samping Makdah hingga terbangun esoknya. Entah
sejak kapan dan dari kejadian mana, Makdah tahu begitu saja saya tidak bisa
tidur sendiri kalau lampu mati.
31 Desember 2012 (hari lahir Yahmi, suami Makdah) saatnya kumpul keluarga
Ada
satu kali saat saya sedang memijit leher Makdah (bagian kanan lehernya terasa
sedikit pegal kata beliau), kami ngobrol. Ngobrol seperti ini yang bahkan
dengan ibu saya sendiri belum pernah. Makdah tanya apakah saya sudah punya
pacar apa belum, saya jawab belum sambil mesam
mesem. Makdah ngga percaya jadi
beliau tanya lagi sambil melihat ke saya, ya sekali lagi saya jawab belum
karena memang belum punya pacar. Makdah tanya kenapa saya ngga cari pacar, saya
jawab karena saya rasa belum saatnya punya pacar, karena kalau pacaran saya ngga bisa bebas main dengan siapa saja.
Saya jelaskan juga bahwa saya malah pengennya
langsung nikah, biar afdol sekalian hehe. Makdah mengangguk-angguk, lalu menyampaikan
beberapa baris kalimat,
“ Ya pokoknya Makdah doakan, semoga
Reni dapat suami yang bisa menyelaraskan, bisa serasi, dan menyeimbangkan Reni.
Cari suami yang pinter. Jangan cuma pinter urusan dunia, tapi akhirat juga toh
ini dunia ini kan sementara. Carinya yang sesuai juga dengan apa-apa yang
diimpikan sama Reni. Cari suami pinter yang sesuai dengan kita itu memang sulit, tapi
ada.”
Dalam hati, saya mengamini. Ya Makdah, InsyaAllah ada :)
Satu dua kejadian membuat saya
berpikir benar-benar telah menjadi bagian dari keluarga ini.
Rumah
Makdah terletak hanya dua pelemparan batu dari Masjid, satu satunya Masjid yang
ada di Nusa Penida. Di sebelah Masjid, tepat di depan rumah, Makdah punya
warung kecil yang menjual snack, permen, dan minuman ringan. Biasanya pada pukul
setengah 6 sore atau sejenak sebelum adzan isya berkumandang, warung milik
Makdah dipenuhi anak-anak yang baru selesai mengaji. Di waktu-waktu tersebut dari
depan rumah kerap terdengar anak-anak berteriak ,”Mbok Elooook, mau belanjaaaaaa.”
Lalu saya menjawab,” Iya sebentar yaaaa.” Segera mengenakan jilbab lalu saya
keluar rumah. Satu dua anak yang menatap saya terlebih dahulu lalu menanyakan
dimana Mbok Elok, ada juga yang masa bodoh siapa yang menjuali yang penting
mereka bisa jajan.
Atau
suatu pagi, saat saya ikut Makdah ke pasar. Saya berjalan di samping Makdah,
memaksa membawakan tas belanjaan beliau. Melihat cara Makdah memilih ikan
segar, menawar harga. Ikut berkenalan dengan ibu-ibu, bapak-bapak di pasar
(Mamaknya Lisa yang berjualan bumbu masak, atau Bapaknya Rika yang berjualan
minyak kelapa khas Penida, Mamaknya Mas Alung yang berjualan sayur, ada juga
Pak Haji Syafrudin yang punya toko bahan pokok, ibu ini bapak itu mas ini mbak
itu). Tak jarang orang mengira saya ini calon mantunya Makdah, yang selalu dijawab
dengan senyuman seraya berkata,” Ini saudara jauh.” Atau orang bilang saya
penggantinya Mbok Elok.
Ya, saya pikir saya jadi
pengganti Mbok Elok di rumah itu. Untuk sementara.
Makdah, Yahmi, saya, dan Ica. awalnya mau makan di tepi pantai tapi hujan jadi kami mengungsi di beranda rumah hehe |
Begitulah, begitulah.
Tiga
setengah bulan di rumah Makdah, belajar banyak hal. Wanita yang benar tangguh. Bagaimana
tidak? Selain berperan sebagai Kepala Urusan Kesejahteran Masyarakat di Kantor
Desa Toyapakeh dengan jam kerja mulai pukul 08.00 – 14.00, beliau ini
melaksanakan sendiri pekerjaan rumah tangga seperti mencuci baju, menyetrika, membersihkan
rumah, dan memasak setiap hari. Belum lagi, beberapa setiap 3 hari sekali ba’da magrib hingga
menjelang isya, Makdah mengajar Madrasah di Masjid.
Pernah
saya tanya,” Makdah, kok Makdah masih bersedia bantu Pak Kepala Masjid ngajar di Madrasah? Kan Makdah udah sibuk sekali saya lihat suka bawa
catetan-catetan dari kantor desa ke rumah.”
Lalu
jawab beliau,” Makdah suka ngajar
Ren, dulu Makdah sebelum jadi Kaur jadi guru. Itu di sekolah sebelah lapangan. Selama
Makdah masih bisa ngerjain apa yang
bisa tak kerjain, Makdah usahakan,
apalagi Pak Kepala Masjid kawan baik Makdah dari SMA. Lagipula ngga enak rasanya kalo orang minta
tolong, terus kita masih bisa nolong
tapi ngga dilakukan. ”
Lagipula ngga enak rasanya kalo orang minta tolong, terus kita masih bisa nolong tapi ngga dilakukan.
Kalimat itu.
Selagi
bisa menolong, kenapa tidak? Tulus menolong tanpa mengharap imbalan. Bukan
sekedar kalimat yang tertera di buku PPKN yang kita pelajari pas SD maupun SMP, saya lihat nyata dari
Makdah. Kalau mau saya sebutkan satu persatu, butuh berapa page untuk menuliskan secara detail ya? Hehehe
Makdah, Makdah.
Mungkin Makdah ngga baca tulisan ini. Tapi sungguh saya berterimakasih atas
semuanya. Makdah, Yahmi, Nenek, Fajar, Mbok Elok, Mas Bukran, dan Mas Danik
sudah menjadi jalan rezeki dari Allah. Sudah pasti diatur oleh Allah kenapa
saya harus ketemu sama Mbok Elok saat itu, sehingga saya tinggal 3,5 bulan di
rumah Makdah kemudian menunggu si karang-karang bertelur yang bahkan saya tidak
tahu probabilitas keberhasilannya. Dan atas izin Allah, penelitian tugas akhir
saya lancar.
Tidak bisa saya membalas seluruh
kebaikan Makdah dan keluarga. Maka saya berdoa ke Allah, berdoa memohon
keselamatan dunia akhirat untuk Makdah dan keluarga. Agar segala urusan-urusan
dilancarkan oleh Yang Maha Berkehendak.
Ini saya tulis setelah mendapat sms
dari Makdah yang berisikan ucapan selamat wisuda. Ah, ingin rasanya saya segera
kembali mengunjungi Toyapakeh. Baiklah, sampai bertemu lagi segera ya,
Makdah!:D
Makdah, saya, Mas Danik, Yahmi, Nadia, dan Izah.
Nb: 4 hari lalu di kosan mati lampu Makdah, listriknya konslet. Tapi ngga ada yang
membawakan teplok dan mengajak saya menggelar kasur di ruang depan. Jadilah
saya ngungsi ke kosan teman hehehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar